Jenderal Gatot Subroto lahir di Banyumas 10 Oktober 1909, ini sejak
anak-anak sudah menunjukkan watak seorang pemimpin. Dia memiliki keberanian,
ketegasan, tanggung jawab, dan berpantang akan kesewenangan. Pengalaman tidak
manis pernah dialaminya ketika masih bersekolah di Europeesche Lagere School
(ELS). Karena berkelahi dengan seorang anak Belanda, dia akhirnya dikeluarkan
dari sekolah tersebut. Kasus itu sudah cukup menunjukkan bahwa sejak kecil
dirinya sudah memiliki sifat pemberani dan tegas.
Di kala orang tidak ada yang
berani menantang anak-anak Belanda yang merasa lebih tinggi derajatnya dari
kaum pribumi, Gatot Subroto dengan tanpa gentar sedikitpun maju menantang.
Dikeluarkan dari sekolah ELS dia kemudian masuk ke sekolah Holands Inlandse
School (HIS). Dari sana, dia akhirnya menyelesaikan pendidikan formalnya. Namun
setamat HIS, dia memilih tidak meneruskan pendidikannya ke sekolah yang lebih
tinggi, tetapi bekerja sebagai pegawai. Pilihannya menjadi pegawai tersebut
ternyata juga tidak memuaskan jiwanya. Dia kemudian keluar dari pekerjaanya dan
masuk sekolah militer di Magelang pada tahun 1923. Setelah menyelesaikan
pendidikan militer, Gatot pun menjadi anggota KNIL (Tentara Hindia Belanda)
hingga akhir pendudukan Belanda di Indonesia. Tentara yang aktif dalam tiga
zaman ini pernah menjadi Tentara Hindia Belanda (KNIL) pada masa pendudukan
Belanda, anggota Pembela Tanah Air (Peta) pada masa pendudukan Jepang dan
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) setelah kemerdekaan Indonesia serta turut
menumpas PKI pada tahun 1948. Ia juga menjadi penggagas terbentuknya Akademi
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Berpendirian tegas dan
memiliki solidaritas yang tinggi, merupakan ciri khas dari Jenderal Gatot
Subroto. Pria lulusan Sekolah Militer Magelang masa pemerintahan Belanda, ini
paling tidak bisa mentolerir setiap tindak kezaliman, walau oleh siapapun dan
kapanpun. Ketika Perang Dunia ke II bergolak, pasukan Belanda berhasil
ditaklukkan pasukan Jepang.
Indonesia yang sebelumnya merupakan daerah pendudukan
Belanda beralih jadi kekuasaan pemerintah Kerajaan Jepang. Pada masa Pendudukan
Jepang ini, Gatot pun langsung mengikuti pendidikan Tentara Pembela Tanah Air
(Peta) di Bogor yakni pendidikan dalam rangka perekrutan tentara pribumi oleh
pemerintahan Jepang di Indonesia. Tamat dari pendidikan Peta, dia diangkat
pemerintah Jepang menjadi komandan kompi di Sumpyuh, Banyumas dan tidak berapa
lama kemudian dinaikkan menjadi komandan batalyon.
Kesertaan Gatot Subroto
menjadi anggota KNIL maupun Peta tidaklah mengindikasikan dirinya seorang kaki
tangan pihak kolonial atau jiwa kebangsaannya yang rendah. Tapi hal itu
hanyalah sebatas pekerjaan yang sudah lumrah zaman itu. Jiwa kebangsaan Gatot
Subroto tetap tinggi. Di dalam menjalankan tugasnya sebagai tentara pendudukan,
perlakuannya sering terlihat memihak kepada rakyat kecil. Perlakuan itu bahkan
sering diketahui atasannya sehingga dia sering mendapat teguran. Bahkan karena
begitu tebalnya perhatian dan solider terhadap kaumnya, sering sebagian dari
gajinya disumbangkan untuk membantu keluarga orang hukuman yang ada di bawah
pengawasannya. Begitu juga halnya pada masa pendudukan Jepang, dia sering
menentang orang Jepang yang bertindak kasar terhadap anak buahnya. Terhadap
bawahannya, Gatot juga terkenal sebagai seorang pimpinan yang sangat perhatian.
Namun walaupun begitu, sebagai militer, tanpa pandang bulu dia juga sangat
tegas terhadap anak buahnya yang melanggar disiplin.
No comments:
Post a Comment