اسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله الذى امرنا بالجهاد فى سبيل الله و ترك الهوى . اشهد
ان لا إله إلا الله رب العرش استوى و اشهد ان سيدنا محمدا رسوله المصطفىالصّلاة والسّلام على رسول لله،
سيّدنا والنبيّنا محمد ابن عبدلله، وعلى آله وصحبه ومن الوّله
Majlis hakim yang arif dan
bijaksana. Sudara-saudara sebangsa dan setanah air.
“nasionalis yang
sejati, yang cintanya pada tanah air itu bersendi pada pengetahuan atas susunan
ekonomi dunia dan riwayat, nasionalis yang bukan chauvinis, tidak boleh tidak,
haruslah menolak segala paham pengecualian yang sempit budi itu.
Nasionalismenya itu timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan, rasa
cinta bangsa itu adalah lebar dan luas, dengan memberi tempat kepada seuatu
yang lain-lain, sebagai lebar dan luasnya udara yang perlu untuk hidupnya
segala hal yang hidup.”
“Cuplikan diatas adalah
pernyataan dan pemikiran Ir. Soekarno Presiden pertama Republik Indonesia.”
Sebagai negeri yang mayoritas warganya muslim ini, diskursus hubungan Islam
dan Nasionalisme telah berlangsung sejak didirikannya Republik Indonesia.
Diskursus ini mulai mengemuka dalam fenomena sejarah perumusan dasar negara. Disatu pihakmengiinginkanIslam sebagai dasar negara,
dilain pihak menginginkan Pancasila; Namun perbedaan keinginan tersebut tidak
menjadi penghambat terbentuknya perumusan dasar negara.Mereka yakin dan percaya
bahwa nasionalisme tidak bertentangan dengan Islam dan bahkan merupakan bagian
dari Islam itu sendiri. Islam tidak bertentangan dengan Nasionalisme dan bahkan
keduanya bersenyawa. Fakta itulah yang telah ditunjukkan para perintis
perjuangan kemerdekaan Indonesia tempo dulu. Sehingga Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dengan bangunan nation-state nya merupakan
bentuk final yang harus tetap dipertahankan, karena merupakan hasil jihad dan ijtihad
umat Islam dalam proses sejarah yang panjang.
Majlis hakim yang arif dan bijaksana.
Sudara-saudara sebangsa dan setanah air.
Untuk membahas lebih lanjut tentang nasionalisme pada kesempatan kali ini
izinkanlah kami menyampaikan syarahan yang terangkai dalam sebuah judul :
“NASIONALISME DALAM KONSEP ISLAM”
Denan berlandaskan firman Allah
S.W.T dalam Q.S. An-Nisa ayat 59 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ
كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ
تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dantaatilahRasul (Nya),
danulilamri di antarakamu. Kemudianjikakamuberlainanpendapattentangsesuatu, makakembalikanlahiakepada
Allah (Al Quran) danRasul (sunnahnya), jikakamubenar-benarberimankepada Allah
danharikemudian. Yang demikianitulebihutama (bagimu) danlebihbaikakibatnya.” (Q.S.
An-Nisa : 59)
Majlis hakim yang arif dan
bijaksana. Sudara-saudara sebangsa dan setanah air.
Ahmad
Musthafa al-Maraghi dalam Tafsirnya juz 3 Halaman 72. Menjelaskan ayat ini
adalah perintah kepada orang yang beriman agar mematuhi Allah serta
mengamalkan Al-Qur’an, dan juga patuh kepada perintah rasulnya, serta patuh
kepada ulil amri, pemerintah, ulama,pangilma perangdan bentuk pemimpin lainnya
yang menjadi rujukan dalam memenuhi kebutuhan hidup dan memecahkan masalah yang
dihadapi.Kepatuhan terhadap pemimpin merupakan cerminan sikap nasionalisme pada
diri individu, tidak peduli apapun sukunya, apapun rasnya, apapun agamanya,
apapun budayanya, jika sudah termasuk kedalam sebuah negara, maka individu itu
wajib mematuhi pemimpin atas dasar cinta pada tanah airnya.
Belakangan
muncul dan berkembang berbagai isu sangat kursial yangberpotensi menggoyangkan
NKRI, ada kelompok-kelompok yang ingin membangun ideologi menciptakan
konspirasi, ingin merubah dasar negara dengan dasar yang diyakini,
sampai-sampai sanggup mengkafirkan siapa saja yang tak sehati, bahkan sanggup
mengkafirkan saudaranya sendiri, memaksakan kehendak serta menyebarkan fitnahdisana
sini, mengadu domba antar umat supaya saling membenci. Hadirin, jika hal ini
tidak segera dihentikan, maka kekacauan akan menyebabkan permusuhan. Akan
banyak dari kita yang awalnya kawan menjadi lawan. Dan banyak dari kita yang
awalnya bersatu dapat menjadi berseteru. Kita sebagai warga nasionalisme, sudah
seharusnya memahami arti ukhuwah secara luas dan itu merupakan pengamalan dari
“hablum minan naas”.
Allah S.W.T telah mengingatkan dalamAl-Qur’an surat Ar-Rum ayat 22
:
وَمِنْ آَيَاتِهِ
خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ
“Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan
warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.”
Prof. Dr. Qurashihab menjelaskan
dalam Tafsir AL-Misbahnya bahwa manusia diperintahkan untuk melihat kekuasaan
Allah terlebih dahulu baik yang ada di langit dan begitu pula yang ada di
bumi.Setelah menengadah melihat langit dan menekur meninjau bumi, orang kembali
disuruh untuk melihat dirinya.Dalam artian sebaiknya kita tidak menyombongkan
diri dengan memaksakan paham sendiri, senantiasa mengutamakan keutuhan NKRI.
Secara
doktrin, orang Islam memang tidak mengenal batas-batas kewilayahan, kebangsaan,
negara, bendera, dan macam-macam simbol lainnya. Sebagaimana halnya sejarah
Islam juga mengenal sistem khilafahuniversal. Tetapi sebetulnya itu
tidak lain merupakan realitas historis yang merupakan konsekuensi saja dari
penaklukan demi penaklukan yang dilakukan penguasa-penguasa Islam saat itu, dan
proses sejarah menyebut mereka ini dengan sebutan khalifah.Tapi kenyataan
historis mengantarkan umat Islam ke dalam alam modern yang berbasis nation-state.
Gelora nasionalisme dan lain sebagainya itu, selalu saja diletakkan dalam
konteks bagaimana memerdekakan diri dari penjajahan dan penguasaan pihak asing.
Oleh karena itu, nasionalisme dimaksud mengandung gagasan kecintaan terhadap
tanah air, mempererat persaudaraan, bela negara untuk membebaskan diri dari
kolonialisme.
No comments:
Post a Comment