Kehidupan Politik Kerajaan Majapahit
Kehidupan politik di Kerajaan Majapahit banyak sekali terjadi
pemberontakan dari dalam kerajaan itu sendiri. Terjadinya pemberontakan ini
awalnya saat Raden Wijaya memerintah, yaitu banyak pemberontakan yang dilakukan
oleh Ranggalawe, Sora dan Nambi yang tak lain tujuan mereka adalah untuk
menjatuhkan Raden Wijaya. Namun dengan kecerdikan Raden Wijaya, pemberontakan
tersebut dapat dipadamkan.
Masa pemerintahan Raden Wijaya pun berakhir saat ia meninggal
pada tahun 1309 M. Kemudian pengganti Raden Wijaya sendiri tidak lain adalah
anaknya sendiri bernama Jayanegara yang masih berumur 15 tahun. Berbeda sekali
dengan ayahnya, Jaya negara sama sekali tidak memiliki keahlian dalam memimpin
kerajaan, hingga akhirnya Jayanegara dijuluki dengan sebutan “Kala Jamet” yang
berarti lemah dan jahat.
Disaat pemerintahan Jayanegara terjadi banyak sekali
pemberontakan dari orang-orang kepercayaannya yang disebabkan karena kurang
tegasnya Jayanegara dalam Memimpin kerajaan. Salah satu pemberontakan yang
hampir menjatuhkan Jayanegara adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Ra Kuti.
Akan tetapi pemberontakan tersebut dapat dipadamkan oleh Gajah
Mada dan ia berhasil menyelamatkan Jayanegara ke sebuah desa bernama Badaran.
Di desa tersebut Jayanegara berhasil dibunuh oleh seorang tabib bernama Tancha
saat Jayanegara dioperasi. Hal ini disebabkan karena tabib tersebut memiliki
dendam terhadap Jayanegara, dan kemudian tabib tersebut ditangkap dan dibunuh
oleh Gajah Mada.
Saat itu karena Jayanegara tidak memiliki keturunan, kemudian
pemerintahan Majapahit digantikan oleh adiknya bernama Gayatri yang bergelar
Tribuana Tunggadewi. Dalam masa pemerintahannya ia hanya memimpin
Majapahit dari tahun 1328-1350 saja. Selama ia memimpin juga terjadi banyak
sekali pemberontakan, namun pemberontakan tersebut dapat dipatahkan oleh Gajah
Mada.
Atas jasanya tersebut, Gajah Mada kemudian diangkat menjadi
Mahapatih Majapahit. Setelah itu kemudian Gajah Mada mengucap sebuah sumpah
yang dikenal dengan “Sumpah Palapa”. Adapun bunyi dari sumpah tersebut adalah
“Gajah Mada pantang bersenang-senang sebelum menyatukan Nusantara”, tak lama
dari sumpah tersebut kemudian Tribuana Tunggadewi meninggal pada tahun 1350 M.
Setelah Tribuana Tunggadewi meninggal, kemudian ia digantikan
oleh Hayam Wuruk. Dimasa inilah Kerajaan Majapahit berada dalam pada masa
keemasannya. Yang mana kerajaan tersebut hampir menaklukan semua wilayah
Nusantara.
Kehidupan Ekonomi
Dengan tempat kerajaan yang sangat strategis, saat itu Kerajaan
Majapahit mampu menjadi pusat perdagangan di tanah Jawa. Kerajaan Majapahit
adalah salah satu kerajaan yang masyarakatnya mayoritas sebagai pedagang.
Selain berdagang masyarakat Majapahit juga banyak yang bermata pencaharian sebagai
pengerajin emas, pengerajin perak dan lain-lain.
Untuk komoditas ekspor dari kerajaan ini berupa barang alam
seperti: lada, garam, kain dan burung kakak tua. Sedangkan untuk komoditas
impornya berupa mutiara, emas, perak, keramik, dan barang-barang yang terbuat
dari besi. selain itu dari segi mata uang, Kerajaan Majapahit membuat mata uang
dengan campuran perak, timah putih, timah hitam dan juga tembaga.
Kemakmuran ekonomi dari Kerajaan Majapahit dapat dikatakan
karena adanya 2 faktor, yaitu dari lembah sungai Brantas dan Bengawan Solo yang
berada di dataran rendah sehingga sangat cocok untuk bertani. Berbagai sarana
infrastruktur pun dibangun agar lebih memudahkan warga dalam bertani seperti
dibangunnya irigasi.
Faktor yang kedua adalah dengan adanya pelabuhan-pelabuhan
Majapahit yang terletak di pantai utara pulau Jawa yang berperan dalam
perdagangan remah-rempah dari Maluku. Kerajaan Majapahit menggunakan sistem
pungut pajak dari kapal-kapal yang mengadakan perjalanan maupun singgah di
pelabuhan Majapahit.
Kehidupan Kebudayaan
Kebudayaan masyarakat Majapahit sudah terbilang sangat maju pada
saat itu. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai perayaan-perayaan keagamaan
disetiap tahunnya. Dibidang seni dan sastra pun tidak kalah majunya, bahkan
juga berperan dalam kehidupan budaya di Majapahit.
Menurut seorang pendeta dari Italia yang bernama Mattiusi dimana
ia pernah singgah di Majapahit, ia melihat Kerajaan Majapahit yang sangat luar
biasa. Bahkan ia sangat kagum dengan istana kerajaan yang sangat luas serta
tangga dan bagian dalam ruangan yang berlapis emas dan perak. Selain itu
menurutnya atapnya pun bersepuh emas juga.
No comments:
Post a Comment