Vat Wobol
Memasuki mulut kumbang pintu gerbang negeri kenari
dari atas gelombang laut perempuan itu menatap ladang-ladang siap panen
di kejauhan sana
ia terlalu yakin menjadi perempuan yang melewati jalan Vat Wobol
sudah lama perempuan itu duduk beralas sebatang labu
bersetia menatap Kameng Lei raja mesbah mengucap doa
menengadah ke atas, padi panen pertama dihamburkan ke udara
menatap ke bawah, benih panen pertama dihamburkan ke tanah
Allah Tala, War Allah Talla Ey Mira
Vun Palaci Sey
Tanpa Vat Wobol hasil panen tabu dimakan
Setelah tahun-tahun bergulir lelakinya pergi
Tinggalkan perempuan itu
Juga ladang padi dan empat anak mereka
bulir-bulir padi kembali bernas
perempuan itu memutuskan membuang alas batang labu
tidak sanggup lagi menatap Kameng Lei
sudah lama anak-anaknya belum makan
tanpa Vat Wobol perempuan itu telah menyuapi
anak-anaknya dari hasil panen
memasuki mulut kumbang negeri kenari
perempuan itu seperti terpenjara bersama anak-anaknya
bagai kutuk abadi di nadinya
Kupang,14 Maret 2017
Labatala
Semalam lelakiku pergi temui Labatala airmataku tumbuh
memanjang menutup pori
cuma air susu yang menolak kesedihan
saat bunyi desis bayi merah kita terdengar telinga ui dan fed
bulan dan matahari
meneruskan suara kecap bayi
ke tahta Labatala
dewa Mairal pemantra laut
dewa Nedah penjaga telaga
ikut sujud pada Labatala dengan airmata
Di kejauhan dewa Kalinang menyeringai
desis bayi merah kita kian riuh air susu membanjir tubuhnya
tumbuh perempuan gunung
segagah matahari
sekokoh pohon kenari
suatu ketika seorang Lowolong mengusik cahayanya
panas membara menikam kornea bumi
Hei,Kalinang di mana kau sembunyikan Tineshing Seka?
dia telah menghantar lelakiku ke Labatala
Lihat, belum waktunya!
Dua puluh lima tahun sudah lelakiku cuma beterbangan di alam sana
pintu masih ditutup Labatala
pada hidup yang melipat
anak perempuan karangku terus saja menjinakkan Kalinang
dengan doa-doanya pada Labatala yang selalu perih
melalui Mou Maha Maha
“Ayah, bertahanlah pintu pasti terbuka untukmuâ€
Kupang, Februari 2017
Petiklah Sowito dan Menarilah
Mengapa harus tertinggal satu nada?
padahal gadis-gadis belia berselubung
kain sarung
masih menggila memetik Sowito
mereka bukan tidur
suling-suling bersuara ganda Foi Doa
ikut menggilas hidup sejak bayi-bayi lepas tali pusar
rasa manis, asam pedas, sepat, asin
tersesat dalam nafas dan tak ingin pulang
itu bukan kekalahan
jangan ada yang tertinggal walau hanya satu nada
mari, petiklah Sowito!
ringan dan lincah gerak kaki penari Toda Gu
bukan cuma milik lelaki
ambillah tombak dan parang simpanlah
ini tarian kita
tanpa ada yang harus terluka
jika ingin menang
Petiklah Sowito setiap memulai pertandingan
Ina Pare
Belum sempurna aku berlayar dengan rakit ayah
melepas benih di kebun-kebun
jika pada tanah-tanah retak tidak kutulisi sajak Ina Pare
Sejak Tua Nggae memilih tinggal di kokoh beringin rimbun
manusia adalah mamo yang selalu lapar dan serakah
jika tidak ada Ina Pare pematang-pematang tak berair
untuk memuaskan dahaga, membersihkan cemar
dan menyuburkan rahim semesta
Kupang, 2 Maret 2017
Lelaki Puu, Perempuan dan Air
(Ae tau sike foko nebu ngade moa,Ae tau sasa masa eo raki rombo, Ae tau reki reba leka tede kema,buku suku nuwa weemeta)
Lelaki Puu ingin sekali mengawini perempuan bumi
air mengupacarainya lewat hujan
rahimnya subur
mereka kawin dan beranak pinak
padi,jagung, sayur, kacang dan ubi
tetapi air tetaplah air
sekarang, lelaki bumi punya sejumlah alasan
lebih dahulu memetik dan memanen
karena lelaki yang mengawini
menjadi yang pertama makan nasi dalam ruas-ruas bambu muda
karena lelaki sang pemilik benih padi
tetapi air tetaplah air
yang masih bisa tertawa mencoba bermantera sajak nenek moyang
(Ae tau sike foko nebu ngade moa,Ae tau sasa masa eo raki rombo, Ae tau reki reba leka tede kema,buku suku nuwa weemeta)
Kupang, 3 Maret 2017
Huma
Sejak bumi mengalami haid pertama
Penanggalan pun mulai digores untuk ditandai
masa subur hingga musim paceklik
Amak Weru ditanami padi dua musim
Saat bumi menunjukkan gejala manapouse
penanggalan pun mulai dilipat untuk ditandai
memasuki tahun ketiga
Amak Gun harus dilahirkan untuk ditanami
jagung, ubi-ubian dan kacang
setelah itu istirahatlah tanah
penanggalan yang tergores dan terlipat diamati
bumi sambil tersenyum
karena telah jadi ibu yang paling bahagia
Kupang, 4 Maret 2017
Mezra E. Pellondou, lahir di Kupang NTT 21 Oktober 1969. Menggeluti penulisan puisi, cerpen, novel dan ulasan sastra. Memperoleh sejumlah penghargaan karya sastra, Pemenang Pertama Nasional Penghargaan Sastra untuk Pendidik (2012) dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayan Nasional RI atas konsistensi berkarya pada bidang sastra. Penerima Penghargaan NTT Academia Award 2013 kategori Sastra dan Humaniora. Puisi-puisi dimuat di Harian Umum Pos Kupang, Jurnal Loti Basastra Kantor Bahasa NTT, Serambi Aceh, Gayo Online dsb. Puisi-puisi Mezra juga dimuat dalam Buku Senja di Kota Kupang, Antologi Temu 1 Sastrawan NTT (2013). Antologi Temu II Sastrawan NTT Nyanyian Sasando (2015). Kumpulan Puisi Kopi 1.550 mdpl (2016). Puisi Penyair Nusatara 6,5 SR Luka Pidie Jaya (2017) Antologi Puisi Penyair Nusantara Aceh 5:03 6,4 SR (2017). Nyanyian Puisi untuk Ane Matahari (2017). Menerbitkan Kumpulan Puisi, Kekasih Sunyiku (2013). Tujuhpuluhkalitujuhkali (2016). Sebelumnya,karya puisi Mezra terhimpun dalam buku Nyanyian Pulau-Pulau,Antologi Wanita Penulis Indonesia (2010), Aku Telah Menjadi Beo, Antologi Puisi Guru (2006). Karya ulasan Mezra berjudul Naturalisme Anafora dan Epifora, Suatu Pencaharian Peta Tuhan (Ulasan atas seratus puisi Taifiq Ismail: Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (2005), masuk sebagai 17 karya terbaik dalam Lomba Mengulas Karya Sastra (LMKS) 2005 kategori reguler tingkat nasional (2005). Penggagas dan pendiri Uma Kreatif Inspirasi Mezra (UKIM) 2006 dan melakukan gerakan literasi di wilayah-wilayah kepulauan, perbatasan dan lembaga pemasyarakatan (LP) Anak, kelas IIA Kupang.
Memasuki mulut kumbang pintu gerbang negeri kenari
dari atas gelombang laut perempuan itu menatap ladang-ladang siap panen
di kejauhan sana
ia terlalu yakin menjadi perempuan yang melewati jalan Vat Wobol
sudah lama perempuan itu duduk beralas sebatang labu
bersetia menatap Kameng Lei raja mesbah mengucap doa
menengadah ke atas, padi panen pertama dihamburkan ke udara
menatap ke bawah, benih panen pertama dihamburkan ke tanah
Allah Tala, War Allah Talla Ey Mira
Vun Palaci Sey
Tanpa Vat Wobol hasil panen tabu dimakan
Setelah tahun-tahun bergulir lelakinya pergi
Tinggalkan perempuan itu
Juga ladang padi dan empat anak mereka
bulir-bulir padi kembali bernas
perempuan itu memutuskan membuang alas batang labu
tidak sanggup lagi menatap Kameng Lei
sudah lama anak-anaknya belum makan
tanpa Vat Wobol perempuan itu telah menyuapi
anak-anaknya dari hasil panen
memasuki mulut kumbang negeri kenari
perempuan itu seperti terpenjara bersama anak-anaknya
bagai kutuk abadi di nadinya
Kupang,14 Maret 2017
Labatala
Semalam lelakiku pergi temui Labatala airmataku tumbuh
memanjang menutup pori
cuma air susu yang menolak kesedihan
saat bunyi desis bayi merah kita terdengar telinga ui dan fed
bulan dan matahari
meneruskan suara kecap bayi
ke tahta Labatala
dewa Mairal pemantra laut
dewa Nedah penjaga telaga
ikut sujud pada Labatala dengan airmata
Di kejauhan dewa Kalinang menyeringai
desis bayi merah kita kian riuh air susu membanjir tubuhnya
tumbuh perempuan gunung
segagah matahari
sekokoh pohon kenari
suatu ketika seorang Lowolong mengusik cahayanya
panas membara menikam kornea bumi
Hei,Kalinang di mana kau sembunyikan Tineshing Seka?
dia telah menghantar lelakiku ke Labatala
Lihat, belum waktunya!
Dua puluh lima tahun sudah lelakiku cuma beterbangan di alam sana
pintu masih ditutup Labatala
pada hidup yang melipat
anak perempuan karangku terus saja menjinakkan Kalinang
dengan doa-doanya pada Labatala yang selalu perih
melalui Mou Maha Maha
“Ayah, bertahanlah pintu pasti terbuka untukmuâ€
Kupang, Februari 2017
Petiklah Sowito dan Menarilah
Mengapa harus tertinggal satu nada?
padahal gadis-gadis belia berselubung
kain sarung
masih menggila memetik Sowito
mereka bukan tidur
suling-suling bersuara ganda Foi Doa
ikut menggilas hidup sejak bayi-bayi lepas tali pusar
rasa manis, asam pedas, sepat, asin
tersesat dalam nafas dan tak ingin pulang
itu bukan kekalahan
jangan ada yang tertinggal walau hanya satu nada
mari, petiklah Sowito!
ringan dan lincah gerak kaki penari Toda Gu
bukan cuma milik lelaki
ambillah tombak dan parang simpanlah
ini tarian kita
tanpa ada yang harus terluka
jika ingin menang
Petiklah Sowito setiap memulai pertandingan
Ina Pare
Belum sempurna aku berlayar dengan rakit ayah
melepas benih di kebun-kebun
jika pada tanah-tanah retak tidak kutulisi sajak Ina Pare
Sejak Tua Nggae memilih tinggal di kokoh beringin rimbun
manusia adalah mamo yang selalu lapar dan serakah
jika tidak ada Ina Pare pematang-pematang tak berair
untuk memuaskan dahaga, membersihkan cemar
dan menyuburkan rahim semesta
Kupang, 2 Maret 2017
Lelaki Puu, Perempuan dan Air
(Ae tau sike foko nebu ngade moa,Ae tau sasa masa eo raki rombo, Ae tau reki reba leka tede kema,buku suku nuwa weemeta)
Lelaki Puu ingin sekali mengawini perempuan bumi
air mengupacarainya lewat hujan
rahimnya subur
mereka kawin dan beranak pinak
padi,jagung, sayur, kacang dan ubi
tetapi air tetaplah air
sekarang, lelaki bumi punya sejumlah alasan
lebih dahulu memetik dan memanen
karena lelaki yang mengawini
menjadi yang pertama makan nasi dalam ruas-ruas bambu muda
karena lelaki sang pemilik benih padi
tetapi air tetaplah air
yang masih bisa tertawa mencoba bermantera sajak nenek moyang
(Ae tau sike foko nebu ngade moa,Ae tau sasa masa eo raki rombo, Ae tau reki reba leka tede kema,buku suku nuwa weemeta)
Kupang, 3 Maret 2017
Huma
Sejak bumi mengalami haid pertama
Penanggalan pun mulai digores untuk ditandai
masa subur hingga musim paceklik
Amak Weru ditanami padi dua musim
Saat bumi menunjukkan gejala manapouse
penanggalan pun mulai dilipat untuk ditandai
memasuki tahun ketiga
Amak Gun harus dilahirkan untuk ditanami
jagung, ubi-ubian dan kacang
setelah itu istirahatlah tanah
penanggalan yang tergores dan terlipat diamati
bumi sambil tersenyum
karena telah jadi ibu yang paling bahagia
Kupang, 4 Maret 2017
Mezra E. Pellondou, lahir di Kupang NTT 21 Oktober 1969. Menggeluti penulisan puisi, cerpen, novel dan ulasan sastra. Memperoleh sejumlah penghargaan karya sastra, Pemenang Pertama Nasional Penghargaan Sastra untuk Pendidik (2012) dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayan Nasional RI atas konsistensi berkarya pada bidang sastra. Penerima Penghargaan NTT Academia Award 2013 kategori Sastra dan Humaniora. Puisi-puisi dimuat di Harian Umum Pos Kupang, Jurnal Loti Basastra Kantor Bahasa NTT, Serambi Aceh, Gayo Online dsb. Puisi-puisi Mezra juga dimuat dalam Buku Senja di Kota Kupang, Antologi Temu 1 Sastrawan NTT (2013). Antologi Temu II Sastrawan NTT Nyanyian Sasando (2015). Kumpulan Puisi Kopi 1.550 mdpl (2016). Puisi Penyair Nusatara 6,5 SR Luka Pidie Jaya (2017) Antologi Puisi Penyair Nusantara Aceh 5:03 6,4 SR (2017). Nyanyian Puisi untuk Ane Matahari (2017). Menerbitkan Kumpulan Puisi, Kekasih Sunyiku (2013). Tujuhpuluhkalitujuhkali (2016). Sebelumnya,karya puisi Mezra terhimpun dalam buku Nyanyian Pulau-Pulau,Antologi Wanita Penulis Indonesia (2010), Aku Telah Menjadi Beo, Antologi Puisi Guru (2006). Karya ulasan Mezra berjudul Naturalisme Anafora dan Epifora, Suatu Pencaharian Peta Tuhan (Ulasan atas seratus puisi Taifiq Ismail: Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (2005), masuk sebagai 17 karya terbaik dalam Lomba Mengulas Karya Sastra (LMKS) 2005 kategori reguler tingkat nasional (2005). Penggagas dan pendiri Uma Kreatif Inspirasi Mezra (UKIM) 2006 dan melakukan gerakan literasi di wilayah-wilayah kepulauan, perbatasan dan lembaga pemasyarakatan (LP) Anak, kelas IIA Kupang.
No comments:
Post a Comment