Media Indonesia
Minggu, 17 Februari 2002
Yang Liu van Keukenhof
Cerpen: Veven Sp Wardhana
ES di kanal mendadak retak. Sebelum akhirnya es
itu meleleh cair, bunyinya gemeretak. Waterhoen1 yang di kolong-kolong jembatan
menghindari angin dingin atau satu dua yang bersijingkat mengais-ngais
remah-remah di atas air sungai yang membeku itu terkagetkan; serta-merta unggas
itu bertemperasan terbang seraya berteriak-teriak serak. Para pejalan kaki yang
bergegas di sepanjang pinggiran kanal, juga beberapa pengunjung kafe yang
memilih duduk di ruang dalam, mendengar pula suara gemeretak yang mirip-mirip suara
kayu yang terbakar api.Hari masih pagi.Mereka, para pengunjung kafe, para
pejalan kaki -- juga waterhoen -- tak pernah menyangka bahwa es kanal itu bakal
menjadi cair, mengingat musim lente2 belum saatnya tiba. Sekarang, masih
Januari. Maart roert zijn staart3 -- bulan yang tak teramalkan cuacanya --
masihlah jauh. Suhu tetap tercatat pada angka empat derajat Celsius minus.Yang
meleleh bukan hanya es kanal di Boommarkt. Kanal-kanal sepanjang Aalmarkt,
Kaasmarkt, Westhavenstraat, juga Kort Galgewater, Zijlsingel, Wittesingel,
Zoeterwoudse Singel, lalu Rapenburg, di bawah jembatan Schuttersveld Molenwerf,
bahkan seluruh kanal di Leiden, semuanya mencair; dan waterhoen serabutan
mengagetkan para pejalan kaki dan pengunjung kafe yang menghangatkan badan mereka
dengan sesloki dua sloki minuman beralkohol.Udara tetap saja menggigilkan
sebagaimana musim dingin. Langit juga tak menyemburkan lembayung jingga sebagai
penanda musim semi telah datang.Awalnya, para warga hanya mengernyitkan dahi
atas kejadian salah musim itu. Tapi, karena esok paginya dan esok lusanya --
pada jam yang senantiasa sama -- kejadian itu kembali terulang, masyarakat
menjadi geger."Jangan-jangan armagedon," ucap seseorang dalam hati,
yang ternyata juga diikuti oleh seseorang demi seseorang lainnya; ada yang
dalam hati, ada yang dijadikan bahan diskusi."Adalapisan ozon yang
tersudet, mungkin," ucap yang lain mencoba menerka.Pada hari keempat,
malam hari, seluruh kafe dan resto di segenap Leiden disesaki warga
-- bukan untuk semata bersantap, tapi lebih untuk membahas peristiwa salah
mangsa itu. Dari laporan beberapa warga, mereka menyimpulkan: es yang pertama
kali membelah terpusat di kanal Uiterste Gracht. Beberapa menit, puluhan menit
kemudian retakan itu merambat ke kanal-kanal lain hingga beberapa jam
setelahnya. Dari pertemuan malam itu, para warga bersepakat menunjuk beberapa
wakilnya untuk mengamati proses meretaknya es kanal di Uiterste Gracht itu.Pada
hari kelima, esok pagi, mereka memang menyaksikan titik awal merekahnya es
kanal itu. Tapi mereka tak pernah bisa memastikan penyebab mencairnya air kanal
yang membeku itu. Mereka hanya bisa melaporkan: titik pusat mencairnya air
kanal itu persis berada di depan sebuah hotel kecil di pojok Jalan Uiterste
Gracht. Kata mereka, di antara jendela-jendela kamar hotel bertingkat empat
itu, hanya ada satu jendela, di tingkat dua, yang kacanya tidak diselaputi
embun."Penghuni kamar di situ sedang bercinta," simpul
mereka."Gelora asmara mereka menguarkan hawa panas yang bisa
melelehkan es di kanal," simpul yang lain.Sebatas itu. Mereka tak hendak
menyelidiki isi penghuni kamar di lantai dua yang jendelanya menghadap kanal
yang membelah jalan itu. Mereka hanya menangkap ada pendaran cahaya lembut dari
dalam bilik kamar yang menerobos keluar kaca jendela.Memang, dalam bilik kamar
di lantai dua yang jendelanya menghadap kanal yang membelah jalan itu ada
sepasang kekasih yang baru berjumpa lagi seminggu lampau seusai sangat lama
berpisah. Geletar asmara yang sama-sama mereka gelorakan di atas ranjang yang
sudah lama tersimpan dan terpendam itu menghasilkan hawa didih yang
menghangatkan udara sekeliling.Sebentar lagi, usai berendam bersama di bathtub
di bawah shower, usai sarapan, mereka akan sama-sama berangkulan menyusuri
jalanan ke arah Haarlemerstraat, menuju sebuah toko berlian. Yang perempuan
membeli sepasang cincin untuk pertunangannya dua pekan mendatang, yang lelaki
membelikan sebuah cincin untuk istrinya yang tinggal jauh di seberang
lautan.Aku sangat paham perihal mereka berdua, karena salah satu di antara
mereka adalah diriku.***PEREMPUAN tercantik di dunia adalah yang dalam tubuhnya
teraliri darah Tionghoa. Lelaki itu sangat yakin atas rumusannya
sendiri."Perempuan yang dalam dirinya dialiri darah Cina, ibarat pohon
yang liu," katanya suatu kali pada beberapa sahabatnya dalam beberapa
kesempatan yang berlain-lainan. Juga terutama dalam hatinya."Tumbuhan yang
liu itu tinggi ramping, seolah rapuh dan tampak gampang tumbang jika angin
badai menerjang," sambungnya."Begitu badai reda, banyak pohon dan tumbuhan
memang bertumbangan; hanya yang liu yang bisa kembali tegak menjulang setelah
angin semilir bertiup bersamaan."Perjalanan hidup lelaki itulah yang
menggariskan perumusan pembandingan yang liu dengan perempuan Tionghoa.
Sepanjang riwayatnya, perempuan yang hendak bertunangan dan meresmikan
perkawinannya pada Juli mendatang itu -- dalam hidup lelaki itu -- bukanlah
perempuan pertama yang dalam tubuhnya teraliri darah
Cina. Ada beberapa perempuan sebelumnya yang menjadi kekasihnya,
semuanya tercampuri darah dan getah yang liu. Ada yang blasteran Malang-Cina
Medan, ada Manado-Tionghoa, ada pula Sunda-Bali-Hong Kong.Kekasih lamanya yang
bersamanya membeli cincin pertunangan -- serta cincin oleh-oleh untuk istri di
seberang lautan -- juga campur aduk darah yang memendarkan segenap pesona:
Spanyol-Belanda-Yahudi-Cina. Tak terinci takaran masing-masingnya.Istri yang
memberinya lima anak yang semuanya cantik -- yang kini jauh di seberang samudra
-- di matanya dan mata banyak orang adalah juga perempuan yang penuh pesona,
sekalipun tiada sama sekali terbasahi darah Sungai Huang Ho. Mungkin karena
tiadanya campuran Cina dalam ibu anak-anaknya itulah lelaki itu tetap saja
senantiasa menggelepar setiap kali ketemu dan berkenalan dengan perempuan yang
berselaput tumbuhan yang liu.Kekasih lamanya yang hendak bertunangan dan kawin
itu sangat tahu perilaku lelaki itu. Itu pula sebabnya, kekasih lamanya yang
kemudian memperkenalkan seorang perempuan berdarah
Cina-Italia-Belgia-Polandia-Maluku itu sangat menyadari perilaku lelaki itu
sebagai keniscayaan yang bakal mengikuti."Kau telah menemukan seorang
pengganti, meine liebe?" goda kekasih lama itu kepada lelaki
itu."Sialan!" umpat lelaki itu dalam hati karena isi hatinya
terbaca.Sekalipun banyak darah Eropa ditambah Maluku, perempuan yang baru
dikenalnya itu lebih terasa tajam pahatan wajah Tionghoanya.Dialah yang liu
yang sesungguhnya, tulis lelaki itu dalam batin."Aku panggil saja kamu
Yang Liu, ya," kata lelaki itu."Karena kamulah yang liu yang sejati,"
sambung lelaki itu tak memberi kesempatan pada perempuan itu untuk membiarkan
dirinya disungkup rasa heran."Di antara pesona beragam bunga di taman
bunga di Keukenhof, ada sepokok yang liu dalam batin dan hatiku.
Kamu!"Lelaki itu tak hendak berhenti mengumbar barisan serdadu kata-kata
penuh rayu. Enam bulan kemudian, bersamaan hari perkawinan kekasihnya, lelaki
itu sekali lagi mengarungi samudra, menaklukkan gunung dan gelombang,
menyibakkan awan dan angin taufan, meninggalkan istri dan anak-anaknya tetap di
seberang lautan. Menghadiri upacara pernikahan kekasih lamanya di 'Het
Koetshuis' di Balai Kota Leiden hanyalah alasan. Penyebab terutama adalah
menemui Yang Liu, kekasih terbaru. Kisah eksodus keluarga Yang Liu ke Eropa
akibat peristiwa berdarah tahun 1965/1966 tak begitu penting bagi lelaki itu;
apalagi sepengetahuannya, yang tak lagi bisa kembali ke Tanah Air karena
peristiwa berdarah itu lebih banyak terdampar di Eropa Timur, dan mereka tidak
berdarah Tionghoa.Dalam perhelatan perkawinan, tampak datang Carmen Abels,
Doris Jedamski, Els Bogaerts, Jennifer Lindsay, Katinka van Heeren, Klarijn
Loven, Krishna Sen, dan Patricia Spyer. Semuanya bukan saja menguarkan aroma
wangi, melainkan juga kecantikan sejati. Namun, bagi lelaki itu, mereka adalah
bunga tulip, daffodil, atau hyacinth, yang hanya tumbuh dan mekar dalam dua
bulan, persis macam bunga-bunga di Keukenhof4. Yang Liu, justru ketika
diterjang cuaca yang susah diduga, atau saat de R in de maand,5 tetap saja
tegak menjulang semampai.Perhelatan perkawinan belum usai, Yang Liu tak
ditemukan di ruangan. Dia telah digelandang lelaki itu menuju sebuah kamar
sebuah hotel di pojok Jalan Uiterste Gracht. Tak ada yang tahu itu, kecuali aku
-- karena salah satu di antara mereka adalah diriku.***AIR kanal mendadak
membeku. Matahari memang tak tampak. Tapi langit masih membuncahkan sisa-sisa
cahayanya di langit Leiden. Waterhoen mendadak berteriak dan beterbangan
menghindarkan kaki-kakinya dari jepitan air kanal yang mendadak menjadi
es. Parapejalan kaki di kanan-kiri kanal dan para pengunjung kafe yang
lebih memilih duduk-duduk di teras terbuka baru menyadari kalau air kanal tak
lagi berkecipak ketika waterhoen terbang bertemperasan.Sepanjang kanal di
Leiden membeku.Cuaca menunjuk angka 20 derajat Celsius."Jangan-jangan holocaust,"
bisik seseorang."Musim herfst6 baru dua bulan kemudian. Winter masih
setengah tahun lagi," ucap yang lain mempertegas.Warga memang geger. Tapi
mereka tak pernah tahu letak lokasi kanal yang pertama kali airnya membeku.
Peristiwa itu hanya sekali terjadi, sehingga tak ada yang bisa melacak sumber
hawa dingin yang menguar menembus jendela kaca sebuah hotel lalu membekukan air
yang tadinya beriak mengalir.Tak ada yang sempat melihat sebuah kaca jendela
sebuah hotel yang berembun, sementara seluruh kaca jendela hotel di seluruh
Leiden tiada yang diselimuti embun.Dalam bilik di balik jendela kaca berembun
itu ada seorang lelaki dan seorang perempuan yang sama-sama termangu
menganalisis kejadian yang baru mereka jalani. Lelaki dan perempuan itu
buru-buru meninggalkan perhelatan perkawinan untuk sama-sama menyongsong
gelora asmara yang baru mereka temukan.Dalam udara zomer,7 lelaki dan
perempuan itu tak membutuhkan pemanas ruangan. Dalam bara asmara, lelaki
dan perempuan itu tak membutuhkan pakaian dan selimut di atas ranjang. Selama
ratusan menit mereka menguras keringat, untuk kemudian sama-sama terkapar
sehabis sama-sama menggeliat. Sebelumnya, perempuan itu mendorong tubuh lelaki
yang menggumuli dan diagumuli."Maaf," desis perempuan yang rebah di samping
lelaki itu.Lelaki itu mendadak merasa menggigil. Dia membisikkan sesuatu tapi
dia sendiri tak bisa mendengarnya.Perempuan itu menerawang langit-langit
ruangan. Dia mendadak juga merasa menggigil.Keringat yang melelehi tubuh mereka
telah membeku menjadi es batu. Gigil mereka menerobos kaca jendela sebuah kamar
tingkat dua sebuah hotel yang kemudian merambatkan udara beku pada kanal di
Uiterste Gracht.Tak jelas, apakah ada rasa kecewa dalam benak lelaki itu.Tak
jelas, apakah begitu perlu disesali keberadaan dan identitas Yang Liu sebagai
perempuan lesbian.Yang jelas, salah satu di antara mereka adalah diriku.
***Oudt Leyden, 1 April 2001;Kebon Jeruk, 1 November 2001Catatan Kaki:1
Waterhoen: Gallinula Chloropus.2 lente (bahasa Belanda): musim semi.3 Maart
roert zijn staart (ungkapan Belanda): Maret mengocok dengan ekornya.4 Taman
Keukenhof di Lisse biasanya dibuka pada 22 Maret sampai 24 Mei, dari pukul 8.00
sampai 19.30.5 de R in de maand (ungkapan Belanda): huruf R pada nama bulan
(dari September sampai April). R merupakan singkatan untuk regen (Belanda:
hujan) atau dalam bahasa Inggris: rain.6 herfst (Belanda): musim gugur.7 zomer
(Belanda): musim panas.
Diposting oleh BAHASTRA
INDONESIA
No comments:
Post a Comment